A. Pengertian Munasabah Alquran
Secara bahasa, Munasabah berarti hubungan, persesuaian dan keterkaitan. Sedangkan dalam bahasa Arab kata مناسبة diartikan sama dengan مقاربة (saling berdekatan) atau juga berati “hubungan kekerabatan” (hubungan nasab). Sedangkan pengertian Munasabah menurut istilah dalam Ulumul-Quran, antara lain dikemukakan oleh M. Qureish Shihab (dalam Hamdani Anwar, 1995: 124), “Kemiripan-kemiripan yang terdapat pada hal-hal tertentu dalam Alquran, baik antara surat maupun ayat-ayatnya, yang menghubungkan antara uraian yang satu dengan lainnya”.
Menurut Manna’ Khalil al-Qaththan :
وجه الارتباط بين الجملة و الجملة في الآية الواحدة أو بين الآية و الآية في الآيات المتعددة أو بين السورة و السورة.
Munasabah adalah segi-segi keterkaitan antara beberapa kalimat (jumlah) dalam satu ayat, atau antara ayat dengan ayat dalam satu surat, serta antara surat dengan surat (dalam Alquran).
B. Dasar pemikiran adanya Munasabah dalam Alquran
Sebagaimana kita ketahui, bahwa sejarah munculnya kajian tentang munasabah tidak terjadi pada masa Rasulullah, melainkan setelah berlalu sekitar tiga atau empat abad setelah masa beliau. Hal ini berarti, bahwa kajian ini bersifat taufiqi (pendapat para ulama). Karena itu, keberadaannya tetap sebagai hasil pemikiran manusia (para ahli 'Ulumul-Quran), yang bersifat relatif, mengandung kemungkinan benar dan kemungkinan salah. Sama halnya dengan hasil pemikiran manusia pada umumnya, yang bersifat relatif (Zhanniy).
Sungguhpun keberadaannya mengandung nilai kebenaran yang relatif, namun dasar pemikiran tentang adanya munasabah dalam Alquran ini berpijak pada prinsip yang bersifat absolut. Yaitu suatu prinsip, bahwa tartib (susunan) ayat-ayat Alquran, sebagaimana kita lihat sekarang adalah bersifat Tauqifi, yakni suatu susunan yang disampaikan oleh Rasulullah berdasarkan petunjuk dari Allah (Wahyu), bukan susunan manusia.* Atas dasar pemikiran inilah, maka sesuatu yang disusun oleh Dzat Yang Maha Agung tentunya berupa susunan yang sangat teliti dan mengandung nilai-nilai filosofis (hikmah) yang sangat tinggi pula. Oleh sebab itu, secara sistematis, tentulah dalam susunan ayat-ayat Alquran terdapat korelasi, keterkaitan makna (munasabah) antara suatu ayat dengan ayat sebelumnya atau ayat sesudahnya. Karena itu pula, sebagian ulama menamakan Ilmu Munasabah ini dengan علم أســرار ترتيب الآيات و السور فى القرآن الكريم (Ilmu tentang rahasia/hikmah susunan ayat-ayat dan surat-surat dalam Alquranul-Kariem).
Berbeda dengan susunan ayat-ayat dalam setiap surat yang oleh para ulama disepakati sebagai susunan yang bersifat tauqifi, maka susunan surat-surat dalam Alquran masih diperselisihkan oleh para ulama, apakah bersifat taqifi atau tafiqi. Bagi kalangan ulama yang beranggapan bahwa susunan surat-surat dalam Alquran bersifat tauqifi, maka munasabah antar surat tidak mesti ada. Sedangkan bagi ulama yang berpendapat susunan surat-surat Alquran bersifat tauqifi, maka munasabah antar surat mesti ada.
C. Macam-macam Munasabah Alquran
1. Munasabah antar penggalan ayat/Kalimat
Satu ayat dapat terdiri dari beberapa penggalan yang masing-masing merupakan kalimat/jumlah. Seringkali antara penggalan-penggalan tersebut memiliki munasabah/ keterkaitan, yang kadang-kadang jelas dan kadang-kadang samar. Sedangkan makna yang terkandung dalam munasabah tersebut bermacam-macam. Antara lain:
a. Kontradiktif
Yaitu suatu penggalan dengan penggalan yang lain dihubungkan dengan huruf ‘athaf dan memiliki makna berlawanan antara ma’thuf dengan ma’thuf ‘alaihnya. Seperti pada firman Allah:
يعلم ما يلج فى الارض وما يخرج منها وما ينزل من الســــــمآء وما يعرج فيها (الحديد/74: 4)
Kata يلج pada ayat di atas berlawanan dengan kata يخرج . Begitu pula kata ينزل berlawanan dengan kata يعرج. Selain itu pada ayat tersebut juga terdapat munasabah syibhul-mudhadah, yaitu semi kontradiksi antara kata الارض dengan kata السمآء . [As-Suyuthi, 1979: 63 - 64]
b. Tafsir (التفسير)
Yaitu suatu penggalan ayat yang berfungsi sebagai penafsir terhadap penggalan lainnya. Contohnya seperti pada Surat Ali Imran/3: 110,
كنتم خير أمة أخرجت للناس تأمرون بالمعروف و تنهون عن المنكر وتؤمنون بالله ...
Penggalam kata خير أمة dalam ayat ini ditafsirkan dengan penggalan kata تأمرون بالمعروف dan تنهون عن المنكر serta kata تؤمنون بالله .
c. Pengaliha(الاستطراد)
Yaitu perpindahan dari suatu kalimat ke kalimat lain yang masih ada kaitannya. Seperti pada surat Al-A’raf/7: 26, firman Allah:
يا بني آدم قد أنزلنا عليكم لباسا يواري سوآتكم و ريشا ولباس التقوى ذلك خير ذلك من آيات الله لعلهم يذكرون (الاعراف: 26)
Hubungan antara penggalan ayat لباسا يواري سوآتكم (pakaian yang menutupi aurat) dengan penggalan لباس التقوى (pakaian taqwa) adalah perpindahan (للاستطراد) , yaitu pengalihan pembicaraan dari pakaian dalam pengertian yang sebenarnya (sebagai penutup aurat) kepada taqwa sebagai pakaian. Munasabahnya adalah bahwa taqwa sebagai pakaian dapat melindungi manusia dari adzab Allah, sebagaimana halnya baju/pakaian dapat melindungi manusia dari udara panas atau dingin.
d. Prumpamaan (التمثيل)
Yaitu suatu penggalan ayat berfungsi sebagai perumpamaan terhadap penggalan lainnya. Seperti pada firman Allah:
يسئلونك عن الاهلة قل هي مواقيت للناس والحج وليس البر بأن تأتوا البيوت من ظهورها ولــكن البر من اتقى وأتوا البيوت من أبوابها و اتقوا الله لعلكم تفلحون (البقرة/2: 189)
2. Munasabah antara kandungan ayat dengan fashilah ayat
Contoh. Firman Allah dalam Surat Al-Hujurat/49: 12,
يآيّها الذين آمنوا اجتنبوا كثيرا من الظنّ إن بعض الظنّ إثم ولا تجسسوا ولا يغتب بعضكم بعضا أيحبّ أحدكم أن يأكل لحم أخيه ميتا فكرهتموه واتقوا الله إنّ الله توّاب رحيم. (الحجرات: 12)
Artinya: Wahai orang-orang yang beriman, hindarilah banyak berprasangka. Sesungguhnya, sebagian dari prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Apakah salah seorang kamu suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu tidak suka. Dan bertaqwalah kepada Allah; sesunggunya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.
Kalimat yang digarisbawahi pada ayat di atas adalah penutup ayat yang disebut Fashilah al-ayat (فاصلة الآية) . Fashilah al-ayat ini memiliki keterkaitan makna (Munasabah) dengan kandungan ayatnya. Munasabah tersebut mengandung makna, bahwa ketiga macam larangan (berprasangka buruk, mencari-cari kesalahan orang lain dan menggunjing) yang merukpakan kandungan ayat tersebut, ada hal-hal yang sulit dihindari oleh manusia pada umumnya. Oleh sebab itu, Allah membuka pintu taubat dan mencurahkan belas kasihnya terhadap orang-orang yang terlanjur melanggar larangan-larangan tersebut. Hal ini juga berarti, bahwa apabila seseorang terlanjur melanggar larangan dalam ayat ini, maka hendaklah segera bertaubat, karena allah Maha Penerima Taubat.
3. Munasabah antar ayat
Contoh, firman Allah dalam surat Al-Ma’un/107: 4 - 7,
فويل للمصـلين(4) الذين هم عن صــلوتهم ساهون(5) الذين هم يرآءون(6) و يمنعون الماعون(7)
Artinya: Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat. Orang-orang yang lalai terhadap shalatnya. Orang-orang yang berbuat riya’ dan enggan (menolong orang lain) dengan barang yang berguna.
Jika ayat 4 dari surat Al-Ma’un ini dipahami secara parsial (terpisah dari ayat 5, 6, dan 7) maka akan diperoleh pemahaman yang menyimpang dari kewajiban shalat. Oleh sebab itu, untuk memahami ayat 4 secara benar harus dilihat munasabahnya dengan ayat 5, 6 dan 7. Inilah yang disebut munasabah antar ayat.
4. Munasabah antar kelompok ayat
Contoh, firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 1 - 5,
آلـــم . ذلك الكتاب لاريب فيه هدى للمتقين . الذين يؤمنون بالغيب ويقيمون الصــلوة ومما رزقناهم ينفقون. والذين يؤمنون بما أنزل إليك وما أنزل من قبلك وبالآخرة هم يوقنون . اولـــــــئك على هدى من ربهم واولـــئك هم المفلحون .
Kelima ayat ini merupakan sekelompok ayat yang berbicara tentang golongan orang-orang yang bertaqwa (muttaqin), yaitu kategori orang yang baik-baik.
Kelompok ayat berikutnya adalah ayat 6 dan 7,
ان الذين كفروا سوآء عليهم ءأنذرتهم أم لم تنذر هم لايؤمنون . ختم الله على قلوبهم وعلى سمعهم وعلى أبصارهم غشاوة ولهم عذاب عظيم .
Ayat-ayat ini merupakan kelompok ayat yang berbicara tentang golongan orang-orang kafir.
Sedangkan kelompok ayat yang ketiga (ayat 8 - 20),
ومن الناس من يقول آمنا بالله وباليوم الآخر وماهم بمؤمنين . .. إن الله على كل شيء قدير (البقرة : 8 - 20)
Ayat-ayat ini adalah kelompok ayat yang berbicara tentang golongan orang-orang munafik. Yakni kelompok orang-orang pertengahan antara muttaqin dan kafir.
Dari ketiga macam kelompok ayat tersebut di atas dapat ditarik suatu munasabah, bahwa Allah, setelah berbicara tentang orang yang baik-baik (muttaqin), kemudian berbicara tentang orang-orang yang tidak baik (kafir), setelah itu barulah Dia berbicara tentang golongan orang yang setengah baik, setengah tidak, yaitu orang-orang munafiq.
5. Munasabah antar surat
Mengenai munasabah antar surat-surat dalam Alquran, para ulama berbeda pendapat, apakah ada munasabah antar surat atau tidak. Perbedaan ini muncul dari pandangan yang mendasarinya, yaitu, apakah susunan surat-surat dalam Alquran itu bersifat taufiqi (hasil ijtihad para sahabat/ulama) atau bersifat tauqifi (atas dasar ketentuan dari Allah). Bagi kalangan ulama yang berpandangan bahwa tartibus-suwar (penyusunan surat-surat Alquran) itu berdasarkan hasil ijtihad para sahabat, maka munasabah antar surat tidak mesti ada. Sebaliknya, bagi kalangan ulama yang berpandangan bahwa tartibus-suwar itu bersifat tauqifi, maka munasabah antar surat itu pasti ada.
Jika diakui adanya munasabah antar surat, maka macam-macam munasabah ini terbagi kepada:
a. Munasabah antara nama surat dengan isi kandungannya atau tujuan diturunkannya surat tersebut. Contohnya seperti pada surat Al-Baqarah (sapi betina). Cerita tentang sapi betina dalam surat Al-Baqarah ayat 67 – 71, inti pembicaraannya menyangkut tentang kekuasaan Allah dalam membangkitkan orang yang sudah mati. Ayat-ayat ini menjelaskan tentang betapa kekuasaan Tuhan dapat menghidupkan kembali orang yang mati, yang pada akhirnya manusia harus beriman pada adanya hari akhirat.
b. Munasabah antara akhir suatu surat dengan awal surat sesudahnya. Contohnya seperti, pada akhir surat Al-Fatihah terdapat permohonan petunjuk (hidayah) ke jalan yang lurus, yaitu jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang mendapat nikmat (اهدنا الصراط المستقيم. صراط الذين أنعمت عليهم). Permohonan ini direspon oleh Allah dengan menetapkan Alquran sebagai petunjuk ke jalan yang lurus bagi orang-orang yang bertaqwa (ذلك الكتاب لا ريب فيه هدى للمتقين).
c. Munasabah antara awal suatu surat dengan akhir surat yang sama. Contohnya, seperti pada awal surat Al-Baqarah, sebagaimana tersebut di atas, Allah menetapkan Alquran sebagai petunjuk bagi orang yang bertaqwa. Namun dalam perjalanan untuk merealisasikannya manusia akan mendapatkan rintangan dari orang-orang kafir. Karena itu, pada akhir surat Al-Baqarah Allah mengajarkan kepada manusia agar memohon pertolongan kepada Allah dari gangguan orang-orang kafir (فانصرنا على القوم الكافرين).
6. Munasabah antara suatu kelompok ayat dengan kondisi sosial masyarakat tempat ayat tersebut diturunkan yang menjadi khithab ayat. Contohnya seperti pada surat Al-Ghasyiah/88: 17 – 20,
أفلا ينظرون إلى الإبل كيف خلقت. و إلى السماء كيف رفعت. و إلى الجبال كيف نصبت. و إلى الأرض كيف سطحت.
Artinya: Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta, bagaimana ia diciptakan; dan langit bagaimana ia ditinggikan; dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan; dan bumi bagaimana ia dihamparkan?
Deskripsi Alquran tentang kekuasaan Allah yang dikemukakan dalam ayat di atas merupakan penggabungan penyebutan ciptaan-Nya, berupa unta, langit dan gunung beserta bumi. Penggabungan ini karena memperhatikan latar belakang sosial budaya masyarakat Arab sebagai lawan bicara yang tinggal di gurun pasir. Kehidupan mereka sehari-hari sangat akrab, bahkan bergantung pada unta, langit, gunung-gunung yang terhampar di permukaan bumi ini. [i]
D. Kegunaan mempelajari Munasabah Alquran
Secara umum, ada dua hal yang menunjukkan pentingnya kajian tentang munasabah dalam Alquran:
1. Mengetahui korelasi antara ayat dengan ayat atau surat dengan surat menunjukkan, bahwa Alquran merupakan satu kesatuan yang utuh, tersusun secara sistematis dan berkesinambungan, walaupun diturunkan secara terpisah-pisah dalam rentang waktu sekitar 23 tahun. Hal ini akan memperkuat keyakinan, bahwa Alquran merupakan mukjizat dari Allah Swt.
2. Munasabah memperlihatkan keserasian susunan redaksi ayat-ayat maupun kalimat-kalimat Alquran, sehingga keindahannya dapat dirasakan sebagai hal yang sangat luar biasa bagi orang yang memiliki dzauq Araby.
3. Pengetahuan tentang munasabah dapat mempermudah seseorang yang akan memahami Alquran dan berupaya menafsirkannya. Karena dengan metode tafsir bir-ra’yi, para mufassir memerlukan pemahaman yang utuh terhadap makna suatu ayat yang dilihat dari keterkaitannya dengan ayat-ayat lain yang terletak sebelum maupun sesudahnya. Hal ini dapat menghindari pemahaman ayat secara parsial yang berakibat pada kekeliruan makna.
Referensi:
الدكتور صبحى الصالح, مباحث فى علوم القرآن, دار العلم للملايين, بيروت, ط. 17, 1988
Dr. Shubhi ash-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu Alquran (Penterjemah Tim Pustaka Firdaus), Pustaka Firdaus, Jakarta, Cet. IV, 1993
الدكتور مناع خليل القطان, مبلحث فى علوم القرآن, منشورة العصر الحديثة, رياض, 1973
Dr. Manna’ Khalil al-Qaththan, Study Ilmu-ilmu Quran (Penterjemah Drs. Mudzkir AS.), Litera Antar Nusa, Bogor, Cet. I, 1992
جلال الدين عبد الرحمن السيوطى, الإتقان فى علوم القرآن, مصطفى البابى الحلبى, مصر, 1951
محمد عبد العظيم الزرقانى, مناهل العرفان فى علوم القرآن, دار الفكر, بيروت, لبنان, 1988
الدكتور محمد حسين الذهبى, التفســـير والمفســرون, دار الكتب الحديثة, 1976
Prof. Dr. TM. Hasbi Ash-Shiddieqie, Ilmu-ilmuAlquran, Bulan Bintang, Jakarta.
----------, Sejarah dan Pengantar Ilmu Alquran/Tafsir, Bulan Bintang, Jakarta, 1980
Rif’at Syauqi Nawawi dan M. Ali Hasan, Pengantar lmu Tafsir, Bulan Bintang, Jakarta, 1985
Dr. Fuad bin Abdurrahman ar-Rumi, دراسات فى علوم القرآن (Ulumul-Quran: Studi Kompleksitas Alquran), Titian Ilahi, Yogyakarta, 1997
Departemen Agama RI, Muqaddimah Alquran dan Tafsirnya, Proyek Pengadaan Kitab Suci, Jakarta
بدر الدين محمد بن عبد الله الزركاشى, البرهان فى علوم القرآن, عيسى البابى الحلبى و شركاه, د.س
Ahmad Von Denffer, Ulumul Quran: An Introduction to The Sciences of The Qur’an (Ilmu-ilmu Alquran: Pengantar dasar), Terj. Ahmad Nashir Budiman, CV Rajawali, Jakarta, 1988
محمد بن لطفى السبــاق, لمحات فى علوم القرآن واتجاهات التفســير, المكتبة الاســلامى, بيروت, ط.3, 1990
Dr. Hasanuddin AF. Anatomi Alquran: Perbedaan Qiraat dan Pengaruhnya terhadap Istinbath Hukum dalam Alquran, Rajawali Press, Jakarta, 1995
Prof. Dr. Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, UI-Press, Jakarta, 1986
H. Ahmad Fathoni, Lq., Kaedah Qiraat Tujuh, Institut Studi Ilmu Alquran (ISIQ), Jakarta, 1992
----------, “QIRAAT TUJUH ALQURAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN RASAM USMANY”, dalam Beberapa Aspek Ilmiah Tentang Alquran, Perguruan Tinggi Ilmu Alquran (PTIQ), Jakarta, 1986
M. Qureish Shihab, Membumikan Alquran, Mizan, Bandung, 1992
----------, Mukjizat Alquran, Mizan, Bandung, 1997
M. Mutawally asy-Sya’rawi, معجــزة القـــرآن (Mukjizat Alquran), Risalah, Bandung, 1984
Prof. K.H. Busthami Abdul Ghani, “Alquran sebagai Mukjizat dan Hidayat” dalam Beberapa Aspek Ilmiah Tentang Alquran, Perguruan Tinggi Ilmu Alquran (PTIQ), Jakarta, 1986
Drs. H. Khotibul Umam, “Kemukjizatan alquran dari segi Uslaub dan Isi”, dalam Beberapa Aspek Ilmiah Tentang Alquran, Perguruan Tinggi Ilmu Alquran (PTIQ), Jakarta, 1986
Sayyid Ahmad Saqar (ed.), اعجاز القـرآن للباقـــلانى, دار المعارف, القاهــرة, دس.
Dr. Hamdani Anwar, Pengantar Ilmu Tafsir (bagian Ulumul Quran), Fikahati Aneska, Jakarta, 1995
Drs. Ramli Abdul Wahid, UlumulQuran, Rajawali, Jakarta, 1994
M. Ali ash-Shabuni, التبيــان فى علــوم القـرآن (Pengantar Studi Alquran), PT. Alma’arif, Bandung, 1987
Ali bin Muhammad al-Jurjani, Kitab al-Ta’rifat, Al-Haramain, Jeddah, t.t.
Dr. Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Alquran, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998
Tidak ada komentar:
Posting Komentar