KULIAH ULUMUL QURAN

Entri yang ada pada blog ini harus dibaca oleh mahasiswa yang mengikuti Mata Kuliah Ulumul Quran di Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Rabu, 03 September 2008

Bagian Kedelapan: MUHKAM dan MUTASYABIH dalam ALQURAN

Pokok Bahasan IX - XII dapat dibuka di sini.

A. Pengertian Muhkam dan Mutasyabih

Muhkam: Secara bahasa, kata Muhkam adalah kalimat bahasa Arab yang berasal dari kata أحكم – يحكم – إحكام , kemudian bentuk isim maf’ulnya menjadi محكم (muhkam). Kata ini mengandung makna: Kekukuhan, Kesempurnaan, Keseksamaan, dan Pencegahan. Sedangkan kata Mutasyabih berasal dari kata تشابه – يتشابه – تشابه , kemudian isim fa’ilnya menjadi متشابه (Mutasyabih). Kata ini mengandung arti keserupaan dan kesamaan yang mengarah pada kesamaran.

Sedangkan menurut istilah, pengertian muhkam dan mutasyabih mengundang banyak perhatian di kalangan ulama ahli ulumul Qur’an. Beberapa pendapat di antaranya, seperti dikemukakan Al-Zarqani (1988: II, 272 – 275) adalah sebagai berikut:

1. Muhkam adalah ayat yang jelas dan nyata maksudnya serta tidak mengandung kemungkinan nasakh. Sedangkan Mutasyabih ialah ayat yang tersembunyi maknanya, tidak diketahui maksudnya kecuali hanya oleh Allah Swt. Seperti ayat-ayat tentang akan datangnya hari kiamat, potongan huruf-huruf hijaiyah di awal surat. Imam Al-Alusi menisbatkan pendapat ini kepada Pemimpin Madzhab Hanafi.

2. Muhkam adalah ayat yang diketahui maksudnya, baik secara nyata maupun dengan cara ta’wil. Sedangkan Mutasyabih ialah ayat yang hanya Allah mengetahui maksudnya. Seperti tentang datangnya hari liyamat, keluarnya Dajjal, dan potongan huruf-huruf Hijaiyah di awal surat. Pendapat ini dipandang sebagai pendapat yang terpilih di kalangan Ahlus Sunnah.

3. Muhkam ialah ayat yang hanya mengandung satu kemungkinan makna ta’wil. Sedangkan Mutasyabih ialah ayat yang banyak mengandung kemungkinan makna ta’wil. Pendapat ini dinisbatkan kepada Ibnu Abbas dan diikuti oleh kebanyakan ahli Ushul Fiqh.

4. Muhkam ialah ayat yang berdiri sendiri dan tidak memerlukan keterangan. Sedangkan Mutasyabih ialah ayat yang tidak bisa berdiri sendiri, bahkan memerlukan keterangan. Kadangkala diterangkan dengan sesuatu hal dan kadangkala juga diterangkan dengan suatu hal yang lain lagi., karena adannya perbedaan dalam penta’wilannya. Pendapat ini disandarkan kepada Imam Ahmad r.a.

5. Muhkam ialah ayat yang redaksi dan susunannya tepat, serta melahirkan makna yang lurus (ajeg), tanpa terjadinya penyimpangan. Sedangkan Mutasyabih ialah ayat yang secara bahasa tidak terjangkau oleh ilmu pengetahuan makna yang sebenarnya, kecuali bila dibarengi dengan suatu indikasi tertentu atau dipahami secara kontekstual. Dalam pengertian demikian ini, termasuk lafal musytarak. Pendapat ini dinisbatkan kepada Imam Al-Haramain.

6. Muhkam ialah ayat yang jelas maknanya dan tidak problematis; terambil dari kata Ihkam yang berarti sempurna (Itqan). Sedangkan Mutasyabih adalah kebalikannya. Muhkam terdiri dari lafal Nash dan lafal Zhahir. Mutasyabih terdiri dari isim-isim musytarak dan lafall-lafal yang menggambarkan tasybih tentang hakekat Allah Swt. Pendapat ini dinisbatkan kepada sebagian Ulama Mutaakhkhirin; tetapi ini sebenarnya pendapat Al-Thibi.

7. Muhkam adalah ayat yang petunjuk (dilalah)nya kuat, yaitu berupa nash dan zhahir; sedangkan mutasyabih adalah sebaliknya, petunjuk (dilalah)nya tidak kuat, yaitu lafal-lafal yang bersifat mujmal (global), mu’awwal (harus dita’wilkan), dan musykil (problematis, sulit dipahami). Pendapat terakhir ini dinisbatkan kepada Imam Al-Razi dan diikuti oleh kebanyakan ulama, [termasuk di dalamnya Imam Al-Zarqani sendiri].

B. Sikap ulama terhadap ayat-ayat Muhkam dan Mutasyabih

Mengenai status ayat-ayat Muhkamat (Muhkam) tidak ada pemikiran yang kontroversial di kalangan para ulama. Karena ayat-ayat muhkamat adalah ayat yang sudah jelas dan tegas maknanya dan tidak perlu diperdebatkan lagi. Perbedaan pendapat terjadi ketika membicarakan tentang kedudukan ayat-ayat mutasyabihat (mutasyabih). Persoalannya adalah, “Apakah ayat-ayat mutasyabihat itu dapat diketahui makna (ta’wil)nya oleh manusia atau tidak?” Dengan kata lain, “Apakah makna (ta’wil) ayat-ayat mutasyabihat itu hanya dapat diketahui oleh Allah saja, selain Allah tidak ada yang dapat mengetahuinya? Atau manusia juga ada yang dapat mengetahuinya?”

Perbedaan pendapat di kalangan para ulama tentang kedudukan ayat-ayat mutasyabihat ini bersumber dari perbedaan penafsiran mereka terhadap surat Ali Imran/3: ayat 7 sebagai berikut:

هو الذي أنزل عليك الكتاب منه آيات محكمات هن أم الكتاب و أخر متشابهات فأما الذين في قلوبهم زيغ فيتبعون ما تشابه منه ابتغاء الفتنة و ابتغاء تأويله و ما يعلم تأويله إلا الله و الرسخون في العلم يقولون آمنا به كل من عند ربنا و ما يذكر إلا أولوا الألباب .

Artinya: Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Quran) kepada kamu. di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat, Itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat; adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, Maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. [Ali Imran/3: 7]

C. Fawatihus-suwar

Secara bahasa, Fawatih al-Suwar (فواتح السور) berarti pembuka surat-surat Alquran. Dalam hal ini, dari 114 surat yang terdapat dalam Alquran, Allah membukanya dengan 10 (sepuluh) macam pembuka surat. Yaitu:

1. Pujian (الثناء) , pembuka surat ini terbagi kepada:

a. al-Tahmid, ada lima surat:

1) al-Fâtihah,

2) al-An’ẩm,

3) al-Kahfi,

4) Saba’,

5) Fâthir.

b. al-Tabâruk, ada dua surat:

1) al-Furqan,

2) al-Mulk.

c. al-Tasbîh, ada tujuh surat, yaitu:

1) al-Isrẩ’ (dalam bentuk mashdar),

2) al-Hadîd (dalam bentuk Fi’il Madhi),

3) al-Hasyr (dalam bentuk Fi’il Madhi),

4) al-Shaff (dalam bentuk Fi’il Madhi),

5) al-Jumu’ah (dalam bentuk Fi’il Mudhari’),

6) al-Taghâbun (dalam bentuk Fi’il Mudhari’),

7) al-A’lâ (dalam bentuk Fi’il Amr).

2. Potongan Huruf Hijaiyah (حروف التهجي/ الحروف المقطعة)

Dalam Alquran terdapat 29 surat yang diawali dengan potongan huruf hijaiyah. Ke 29 surat tersebut terbagi kepada lima kelompok:

a. Diawali dengan satu huruf (muwahhadah), ada tiga surat:

1) Shad/38:

2) Qaf/50:

3) Nun (al-Qalam)/68:

b. Diawali dengan dua huruf (mutsanna), ada sembilan surat:

1) al-Mu’min/40:

2) Fushshilat/41:

3) al-Dukhan/44:

4) al-Jatsiyah/45:

5) al-Ahqaf/46:

6) Thaha/20:

7) al-Naml/27:

8) Yasin/36:

c. Diawali dengan tiga huruf (mutsalatsaah), ada 13 surat:

1) al-Baqarah/2:

2) Ali Imran/3:

3) al-Ankabut/29:

4) al-Rum/30:

5) Luqman/31:

6) al-Sajadah/32:

d. Diawali dengan empat huruf (muraba’ah), ada dua surat:

1) al-Ra’d/13:

2) al-A’raf/7:

e. Diawali dengan lima huruf (mukhamasah), ada dua surat:

1) Mayam/19:

2) al-Syura/42:

Dalam kaitannya dengan kajian tentang Muhkam dan Mutasyabih, jenis pembuka surat yang terdiri dari potongan huruf-huruf hijaiyah ini merupakan fawatih al-suwar yang merupakan ayat-ayat mutasyabihat.

3. Al-Nida’ (Seruan/Panggilan), jenis pembuka surat ini terbagi menjadi:

a. Panggilan kepada Nabi, ada tiga surat:

1) al-Ahzab/33:

2) al-Muzzammil/73:

3) al-Muddatstsir/74:

b. Panmggilan kepada orang-orang mukmin, ada tiga surat:

1) al-Ma’idah/5:

2) al-hujurat/49:

3) al-Mumtahanah/60:

c. Panggilan kepada Manusia, ada dua surat:

1) al-Nisa’/4:

2) al-Hajj/22:

4. Jumlah Khabariah (Kalimat Berita), jenis pembuka surat ini terbagi kepada dua macam:

a. Jumlah Ismiyah (Kalimat Nominal), ada sepuluh surat:

1) al-Taubah/9:

2) al-Nur/24:

3) al-Zumar/39:

4) Muhammad/47:

5) al-Fath/48:

6) al-Rahman/55:

7) al-Haqqah/69:

8) Nuh/71:

9) al-Qadr/97:

10) al-Qari’ah/101:

11) al-Kautsar/108:

b. Jumlah Fi’liyah (Kalimat Verbal), ada 12 surat:

1) al-Anfal/8:

2) al-Nahl/16:

3) al-Anbiya’/21:

4) al-Mu’minun/23:

5) al-Qamar/54:

6) al-Mujadilah/58:

7) al-Ma’arij/70:

8) al-Qiyamah/75:

9) ‘Abasa/80:

10) al-Balad/90:

11) al-Takatsur/102:

5. Al-Qasam (Sumpah), jenis ini terbagi kepada:

a. ‘Ulya, ada delapan surat:

1) al-Shaffat/37:

2) al-Najm/53:

3) al-Mursalat/77:

4) al-Nazi’at/79:

5) al-Buruj/85:

6) al-Thariq/86:

7) al-Fajr/89:

8) al-Syams/91:

b. Sufla, ada empat surat:

1) al-Dzariyat/51:

2) al-Thur/52:

3) al-Tin/95:

4) al-‘Adiyat/100:

c. Waqt, ada tiga surat:

1) al-Lail/92:

2) al-Dhuha/93:

3) al-‘Ashr/103:

6. Al-Syarth (Kalimat Syarat), jenis ini terbagi kepada dua:

a. Syarath dengan Jumlah Ismiyah, ada tiga surat:

1) al-Takwir/81:

2) al-Infithar/82:

3) al-Insyiqaa/84:

b. Syarath dengan Jumlah Fi’liyah, ada empat surat:

1) al-Waqi’ah/56:

2) al-Munafiqun/63:

3) al-Zalzalah/99:

4) al-Nashr/110:

7. Al-Amr (Fi’il Amar/Perintah), Jenis ini terbagi dua:

a. Amr dengan Iqra’, hanya ada satu surat, yaitu al-‘Alaq/96:

b. Amr dengan Qul, terdapat tiga surat:

1) al-Jinn/72:

2) al-Kafirun/109:

3) al-Ikhlash/112:

4) al-Falaq/113:

5) al-Nas/114:

8. Al-Istifham (Kalimat Tanya), jenis ini terbagi kepada:

a. al-Istifham al-Ijabiy (Kalimat tanya positif), ada tiga surat:

1) al-Insan/76:

2) al-Naba’/78:

3) al-Ghasyiyah/88:

b. al-Istifham al-Salabiy (Kalimat tanya negasi), ada dua surat:

1) al-Insyirah/94:

2) al-Ma’un/107

9. Ad-Du’a’ (Do’a), jenis ini terbagi kepada dua:

a. Du’a dengan jumlah Ismiyah, ada dua surat:

1) al-Muthaffifin/83:

2) al-Lumazah/104:

b. Du’a dengan Jumlah Fi’liyah, hanya ada satu surat, yaitu surat al-Lahab/111:

10.Lam at-Ta’lil (Lam yang berarti Karena), jenis ini hanya terdapat satu surat dalam Alquran, yaitu Surat Qureisy/106:

D. Hikmah adanya ayat-ayat mutasyabihat

1. Memperbanyak pahala bagi orang yang memiliki kecendrungan mendalami Alquran. Karena semakin banyak bidang kajian yang harus dikembangkan.

2. Pembenaran terhadap adanya perbedaan pendapat di kalangan umat Islam, sehingga setiap kelompok umat menyadari keterbatasannya dalam memahami firman Tuhan. Sebagai konsekwensi logis dari kesadaran ini adalah tidak adanya fanatisme golongan yang menafikan kebenaran pada pihak lain.

3. Meningkatkan semangat keilmuan di kalangan umat Islam yang berupaya memahami makna ayat-ayat mutasyabihat, sehingga lahirlah berbagai macam metode istinbath hukum yang sangat berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

4. Sebagai agama dakwah, ajaran Islam tertuju kepada semua lapisan umat manusia, ‘awam maupun intelek. Karena itu gambaran antrophomorfis tantang Tuhan dapat menggiring masyarakat ‘awam untuk mengenal Tuhan sebagai Dzat yang Immateri.


Referensi:

الدكتور صبحى الصالح, مباحث فى علوم القرآن, دار العلم للملايين, بيروت, ط. 17, 1988

Dr. Shubhi ash-Shalih, Membahas Ilmu-ilmu Alquran (Penterjemah Tim Pustaka Firdaus), Pustaka Firdaus, Jakarta, Cet. IV, 1993

الدكتور مناع خليل القطان, مبلحث فى علوم القرآن, منشورة العصر الحديثة, رياض, 1973

Dr. Manna’ Khalil al-Qaththan, Study Ilmu-ilmu Quran (Penterjemah Drs. Mudzkir AS.), Litera Antar Nusa, Bogor, Cet. I, 1992

جلال الدين عبد الرحمن السيوطى, الإتقان فى علوم القرآن, مصطفى البابى الحلبى, مصر, 1951

محمد عبد العظيم الزرقانى, مناهل العرفان فى علوم القرآن, دار الفكر, بيروت, لبنان, 1988

الدكتور محمد حسين الذهبى, التفســـير والمفســرون, دار الكتب الحديثة, 1976

Prof. Dr. TM. Hasbi Ash-Shiddieqie, Ilmu-ilmuAlquran, Bulan Bintang, Jakarta.

----------, Sejarah dan Pengantar Ilmu Alquran/Tafsir, Bulan Bintang, Jakarta, 1980

Rif’at Syauqi Nawawi dan M. Ali Hasan, Pengantar lmu Tafsir, Bulan Bintang, Jakarta, 1985

Dr. Fuad bin Abdurrahman ar-Rumi, دراسات فى علوم القرآن (Ulumul-Quran: Studi Kompleksitas Alquran), Titian Ilahi, Yogyakarta, 1997

Departemen Agama RI, Muqaddimah Alquran dan Tafsirnya, Proyek Pengadaan Kitab Suci, Jakarta

بدر الدين محمد بن عبد الله الزركاشى, البرهان فى علوم القرآن, عيسى البابى الحلبى و شركاه, د.س

Ahmad Von Denffer, Ulumul Quran: An Introduction to The Sciences of The Qur’an (Ilmu-ilmu Alquran: Pengantar dasar), Terj. Ahmad Nashir Budiman, CV Rajawali, Jakarta, 1988

محمد بن لطفى السبــاق, لمحات فى علوم القرآن واتجاهات التفســير, المكتبة الاســلامى, بيروت, ط.3, 1990

Dr. Hasanuddin AF. Anatomi Alquran: Perbedaan Qiraat dan Pengaruhnya terhadap Istinbath Hukum dalam Alquran, Rajawali Press, Jakarta, 1995

Prof. Dr. Harun Nasution, Akal dan Wahyu dalam Islam, UI-Press, Jakarta, 1986

H. Ahmad Fathoni, Lq., Kaedah Qiraat Tujuh, Institut Studi Ilmu Alquran (ISIQ), Jakarta, 1992

----------, “QIRAAT TUJUH ALQURAN DAN HUBUNGANNYA DENGAN RASAM USMANY”, dalam Beberapa Aspek Ilmiah Tentang Alquran, Perguruan Tinggi Ilmu Alquran (PTIQ), Jakarta, 1986

M. Qureish Shihab, Membumikan Alquran, Mizan, Bandung, 1992

----------, Mukjizat Alquran, Mizan, Bandung, 1997

M. Mutawally asy-Sya’rawi, معجــزة القـــرآن (Mukjizat Alquran), Risalah, Bandung, 1984

Prof. K.H. Busthami Abdul Ghani, “Alquran sebagai Mukjizat dan Hidayat” dalam Beberapa Aspek Ilmiah Tentang Alquran, Perguruan Tinggi Ilmu Alquran (PTIQ), Jakarta, 1986

Drs. H. Khotibul Umam, “Kemukjizatan alquran dari segi Uslaub dan Isi”, dalam Beberapa Aspek Ilmiah Tentang Alquran, Perguruan Tinggi Ilmu Alquran (PTIQ), Jakarta, 1986

Sayyid Ahmad Saqar (ed.), اعجاز القـرآن للباقـــلانى, دار المعارف, القاهــرة, دس.

Dr. Hamdani Anwar, Pengantar Ilmu Tafsir (bagian Ulumul Quran), Fikahati Aneska, Jakarta, 1995

Drs. Ramli Abdul Wahid, UlumulQuran, Rajawali, Jakarta, 1994

M. Ali ash-Shabuni, التبيــان فى علــوم القـرآن (Pengantar Studi Alquran), PT. Alma’arif, Bandung, 1987

Ali bin Muhammad al-Jurjani, Kitab al-Ta’rifat, Al-Haramain, Jeddah, t.t.

Dr. Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Alquran, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998

Al-Khudhary, Syeikh Muhammad, Tarikh at-Tasyri’ al-Islamy, Darul-Fikr, Beirut, 1981

Tidak ada komentar:

Mengenai Saya

Foto saya
Dosen Pengampu Mata Kuliah Tafsir dan Ulumul Qur'an pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta